Senin, 14 Juli 2014

HANYA ALAT #2

Suatu malam yang lain, sikapnya tidak seperti biasanya. Dia dingin. Tak lagi memberikanku emoticon yang membuat hatiku bergetar, apakah ini pertanda bahwa semua bualanya selama ini hanya main-main? Apakah dia memang pemberi harapan palsu seperti semua lelaki yang dulu pernah singgah? Aku semakin takut, trauma dihati ini mulai menganga lagi.
Semenit, lima menit, sepuluh menit, setengah jam, sejam kemudian ponselku merdenting, ada BBM! Aku sempat ragu membukanya, benar saja! Itu dia, dia datang! Aku antusias membaca pesan singkatnya.
‘maaf kalau kamu mengira aku laki-laki bajingan yang hanya memberimu angin-angin sejuk, maaf jika aku terlalu tinggi menerbangkanmu, maaf membuatmu kalut hari ini. Aku hanya tak mau disebut sebagai laki-laki pemberi harapan palsu, jadi daripada kamu terusmenerus mengharapkan aku lebihbaik mulai sekarang kita menjaga jarak, agar hatimu tak lagi luka.’.... menetes, air mataku jatuh tak bisa kubendung lagi.
Aku tidak pernah menyebutnya sebagai lelaki pemberi harapan palsu, terlintas di pikiranku pun tidak. Bahkan ketika aku dan dia tidak memiliki status apa-apa, ketika dia yang sering ku beri umpan untuk menyatakan cinta selalu mengelak mengalihkan pembicaraan. Aku hanya merasa nyaman berada didekatnya, tidak mau dia pergi, tidak mau kehilangan sosok yang membuatku melupakan masa laluku ini.
‘kamu bicara apa? Aku gak ngerasa di PHP kok jangan pergi tolong’ balasku kehabisan kata
Sepi...
Tak ada respon darinya. Aku menangis sejadi-jadinya malam itu. Aku salah! Aku salah telah membukakan pintu hatiku untuk lelaki ini, dia tak jauh berbeda dengan lelaki di masa laluku. Aku beruntung luka ini tak terlalu jauh. Harusnya aku bisa cepat melupakan kekecewaan, harusnya.



Esok paginya, cahaya matahari halus masuk kekamarku melalui celah di jendela. Malu-malu membangunkanku. Alarm di ponselku berbunyi. Aku membuka mataku yang masih terasa berat akibat menangis semalam. Aku segera bangun, kepalaku masih terasa pusing, mataku berkunang-kunang. Aku duduk di tepi tempat tidurku, menatap lurus-lurus kearah cermin, mataku menghitam, sangat jelas seperti habis menangis. Ponselku berbunyi lagi, aku meraihnya, ada BBM. Aku yakin pasti dari bosku yang mengingatkanku jika hari ini adalah deadline untuk desain yang harus kuselesaikan, bagaimanamungkin desain ku bisa sesempurna biasanya? Hatiku sedang remuk, imajinasiku sedang buyar. Kubuka pesan di ponselku dengan malas, mataku terbelalak. Dia datang lagi!
‘pagi mbak galau, maaf semalam aku memang keterlaluan, aku hanya takut kamu semakin sakit, maaf ya. Kita damai kan? Yuk bikin cerita penuh warna lagi. Sudah mandi? Buruan siap-siap ke kantor’ kali ini dia membubuhkan emot pelukan.
Ohya, aku lupa. Setelah lulus meemang aku langsung bekerja di sebuah advertising. Dia juga salahsatu sumber imajinasiku di tengah tumpukan deadline yang menyita perhatian.
‘iya gapapa kok  aku siap-siap dulu ya’ aku tak bisa meluapkan kekecewaanku kepadanya, entah kenapa. Aku takut dia semakin jauh.
Semenjak itu dia kembali menyenangkan seperti biasanya.

Malam ini aku sangat kelelahan, dia kembali aneh.Dia mulai membanding-bandingkan aku dengan temanku yang juga mantan kekasihnya. Aneh,dengan perbandingan seperti itu harusnya aku bisa protes. Mantan kekasihmu sempat memiliki status yang jelas denganya wajar saja dia bisa dengan mudah menyuapimu, menuliskan namamu disetiap halaman belakang bukunya, menyadar dibahumu ketika lelah,memanggilmu ‘sayang’ sesuka hati memintamu berada dirumahnya kapanpun dia mau. Sedangkan aku? Aku bahkan tidak memiliki status apa-apa denganmu aku tak bisa melakukan semua itu dengan mudah walaupun aku ingin. Aku juga ingin menyuapimu ditengah kesibukan mu, aku tahu kamu sering mengabaikan pola makanmu, aku ingin kamu berada dirumahku kapanpun aku minta, aku ingin kau kenalkan ke orang tua mu, aku ingin memangilmu ‘sayang’ aku ingin kamu menceritakan kedekatan kita ke teman-temanmu. Ahh bukankah dunia selalu tidak adil? :’’)
Seperti biasa setiap kamu berhasil membuatku menangis kamu selalu dengan mudahnya meminta maaf, dan semudah itu pula aku memaafkan,tak peduli seberapa sakitnya aku.
Jumat siang, iseng kamu menyuruhku menggambar grafitty namammu. Setelah ku gambar kamu memposting gambar itu di twitter, mengajakku berkicau bersama di jejaring sosial itu. Aku sangat senang aku mengira kamu sudah mulai berani memperkenalkan kedekatankita kedepan khalayak ramai.
Saat ku scroll timeline, mantanmu mengetahui kedekatan kita, dia marah besar, terlihat sekali dia cemburu. Aku bingung memposisikan diriku haru senang karena kamu lebih memilih berkicau bersamaku daripada menjaga perasaan mantan pacarmu. Dilain sisi dia sahabatku, aku merasa tidak enak sendiri.
Melihat itu segera aku memulai percakapan dengannya yang lebih pribadi. Tak lagi di jejaring sosial tapi langsung melalui pesn singkat.
‘al,kelihatannya si mantan cemburu deh’ aku ragu menyampaikan ini
‘bagus dong, udah aku tunggu-tunggu nih’  aku merasa aneh dengan jawabannya kali ini.
‘bagus apanya?’
‘ngghh.. maksutku baguslah, biar dia tau kalau kita sedang dekat’ dia menjawab seperti setengah hati.
‘oh gitu, syukurlah. Anyway  minggu depan kamu jadi panitia MOS kan? Aku mau dong kesana, bawain kamu bekal, suapin kamu, kangen juga sama adik-adik disana’ Tak ambil pusing aku langsung mengalihkan pembicaraan. Aku tak mau hanya karena persoalan seperti ini dia menghindar lagi dariku.
‘eh gitu? Iyadeh ketemuan minggu depan ya aku tunggu jam 1 siang setelah acara selesai di basecamp OSIS seperti biasa,seneng banget kamu bawain bekal’ dia manis sekali, ditambah karakter cium yang dia selipkan di akhir kalimat.
‘serius ya? Yey!!! Udah lama gaketemu aku kangen bangettt. Al, aku boleh tanya sesuatu?.’ Kali ini aku sangat memberanikan diri untuk mengirim pesan yang ini.
‘iya, apa?’
‘sebenarnya... kita ini... apa? :’).’ Sekuat keberanianku kukirim pesan yang ini, hatiku bergetar hebat.
Cukup lama dia hanya membaca pesanku yang ini. Hingga akhirnya ponselku memberikan notif balasan darinya.
‘sabar dongggg, nggak enak kan kalo harus dibilang lewat BBM? Tunggu minggu depan ya!’
‘iyadeh aku selalu jadi penunggu yang sabar melebihi yang paling sabar kok.’ aku berjingkrak, tak tahu seberapa senangnya hati ku saat ini. Apakah ini pertanda bahwa minggu depan kami akan memiliki status resmi, dia akan mengungkapkan perasaanya kepadaku. Memang aku selama ini tak berani mengungkapkan bahwa aku menyayanginya bahkan ketika percakapan kita menjurus ke masalah hati. Aku menjaganya dari jauh, aku menyelipkan namanya setiap kali tanganku menengadah ketika berdoa, aku... jatuh cinta diam-diam dengannya.
Tapi, semenjak itu percakapan kami tak selumer biasanya, mungkin ditengah percakapan kami sudah terbangun sekat entah setebal apa. Mungkin dia sibuk, aku berusaha menghibur hati ku sendiri, menerka-nerka isi hatinya yang tak pernah kuketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar